SELAMAT DATANG DI DESA BANDUNGSARI

Bandungsari-Ku (Desa Kami - Nu Kami - Jeung Kami)

Bandungsari merupakan salah satu desa yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Banjarharjo dan masuk wilayah Kabupaten Brebes. Jumlah penduduk 5550 (laki-laki 2552 dan perempuan 2998). Luas wilayah 1658 Ha) Sebagian penduduk bermata pencaharian petani, dan sebagian menjadi pekerja bangunan di Jakarta. Bandungsari kini dipimpin oleh "kuwu" Abdul Kodir.

28 August 2010

FENOMENA SAAT LEBARAN TIBA

Tidaklah mengherankan bila melihat banyak orang rela berbondong-bondong, dan meresikokan kenyamanan di perjalanan hanya untuk menuju kampung halamannya. Jauhnya parak mungkin tak menjadi soal, asal bisa berkumpul dengan keluarga tercinta. Resiko yang mungkin dihadapi saat lebaran tak jada hambatan, besarnya biaya yang harus dikeluarkan -pun mungkin tak menjadi masalah, asal bisa pulang ke tempat kelahiran. Begitu pula macetnya jalan, susahnya cari kendaraan, cuaca yang tak bersahabat, tak akan mampu mengurangi hasrat orang untuk pulang mudik.


Itulah fenomena yang biasa kita lihat, rasakan, dan kita lakukan saat lebaran tiba. peristiwa mudik ini merupakan perpindahan orang yang cukup besar, dan disebut-sebut sebagai perpindahan manusia terbesar ke-2 setelah peristiwa haji. Di Indonesia tradisi mudik ini berlanjut terus menerus, dari dulu sampai sekarang. Apa sebenarnya yang menyebabkan tradisi mudik itu tetap ada? Dan kenapa orang rela panas-panasan, desak-desakan, tidur di emperean terminal atau stasiun atau mungkin hujan-hujanan untuk bisa pulang ke kampung halaman?


Entah apalah jawaban yang pasti, karena mungkin motivasi satu orang dengan yang lainnya tentu berbeda. Ada orang yang punya motivasi untuk benar-benar bersilaturahmi dengan keluarga tercinta, yang memang sudah lama tak jumpa. Ada juga yang memanfaatkan lebaran untuk menjadi ajang pamer kekayaan, menunjukan ke khalayak banyak tentang apa yang sudah diraihnya. Poin motivasi terakhir inilah yang banyak dijumpai ketika lebaran tiba. Kadang-kadang, kapasitas dan kemampuan financial tak jadi ukuran. Asal bisa dibilang keren, hebat, dan wah, apapun akan dilakukan.


Makanya tak heran bila lebaran tiba, banyak perusahaan yang memberikan jasa kredit, mendadak kebanjiran order. Banyak orang yang ingin menunjukan hartanya saat berada di kampungnya. Beberapa barang yang banyak menjadi primadona untuk dipamerkan diantaranya, handphone, notebook (laptop), sepeda motor, dan mobil. Tak ketinggalan juga pakaian yang mewah dan bagus-bagus. Padahal banyak dari semua itu yang kadang terkesan dipaksakan. tidak disesuaikan dengan kemampuan financial. Sehingga setelah lebaran usai, maka usai juga-lah kepemilikannya. Ada beberapa yang tidak sanggup melanjutkan kredit, atau ada juga yang dijual, untuk menutupi hutang-hutangnya ketika mau mudik.


Di desa kami dan sekitarnya, lebaran selain menjadi momentum untuk bersilaturahmi dengan saudara dan tetangga. Lebaran juga dijadikan moment yang tepat untuk melakukan hajatan, baik itu nikahan ataupun sunatan. Entah apa yang jadi dasarnya, mungkin karena tepat waktunya dimana banyak saudara pada hadir dan memberi doa, atau mungkin ada maksud terselubung yaitu untuk mencari penghasilan tambahan (he2...dugaan yang ini tendensius dan emosional), karena tidak jarang orang yang setelah hajatan, justru malah kebanjiran rejeki melimpah. Tentunya hasil dari kondangan orang yang menjadi undangannya.


Seperti yang ibuku rasakan, mungkin ada rasa keharuan dan kebahagiaan, ketika lebaran itu tiba. Karena bisa berkumpul dengan anak-anaknya, yang sudah mulai dewasa dan beranjak meninggalkannya untuk mencari ilmu dan harta. Tapi disisi yang lain lebaran seolah menorehkan luka dan ketakutan yang mendalah (alah lebay), karena banyaknya kebutuhan yang dihadapinya.... Bersabarlah ibu, aku pasti pulang......

No comments:

Post a Comment