SELAMAT DATANG DI DESA BANDUNGSARI

Bandungsari-Ku (Desa Kami - Nu Kami - Jeung Kami)

Bandungsari merupakan salah satu desa yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Banjarharjo dan masuk wilayah Kabupaten Brebes. Jumlah penduduk 5550 (laki-laki 2552 dan perempuan 2998). Luas wilayah 1658 Ha) Sebagian penduduk bermata pencaharian petani, dan sebagian menjadi pekerja bangunan di Jakarta. Bandungsari kini dipimpin oleh "kuwu" Abdul Kodir.

17 August 2009

HUT RI di Bandungsari

Pagi itu aku sudah siap-siap untuk berangkat ke sekolah. Berbeda dengan biasanya, karena hari itu aku memakai seragam sekolah baru. Aku semakin sumuringah kala itu karena uang di saku juga cukup tebal, berbeda dengan hari biasanya. Aku berangkat dengan penuh semangat kala itu, sambil tak lupa aku bawa tongkat bendera yang sudah yang sudah rapuh warisan dari mbah ku dulu.

Ya...hari itu tanggal 17 Agustus, peristiwa yang cukup dinantikan, biasanya kita berkumpul di tanah lapang di sindang raja untuk mengikuti upacaranya. Sebelum sampai ke lapang kita biasanya konvoi dulu, nunggu rombongan dari tempat lain dulu tiba.

Tentu bukan upacaranya yang berkesan kala itu, karena ga ada yang istimewa dengan upacara kala itu... terkesan kurang nasionaliskah aku?? Karena aku sendiri tidak tau apa itu nasionalisme. Yang aku tau kala itu, hri kemerdekaan itu ya harus dimeriahkan dan diramaikan...itu saja. Saat-saat yang aku nantikan jelas ketika setelah upacara bendera, dimana aku bisa jajan apapun yang aku mau, karena banyak sekali yang jualan disekitar lapangan tersebut.

Sepulang dari upacara, sambil membawa tongkat bendera yang sudah tidak ada benderanya. Karena waktu itu bendera terbuat dari kertas wajit (masih ada ga ya sekarang?) yang berwarna merah dan putih, mudah sekali sobek. apalagi teman-temanku yang usil, sering beradu tongkat bendera, jadi kian tak jelaslah nasib bendera itu.

Sesampainya dirumah, aku sudah tak sabar untuk ikut perlombaan, biasanya aku hanya ikut lomba di RT ku saja. Karena kesempatan untuk dapat juaranya lebih besar. Maklum pas SD badanku masih kecil, jadi belum bisa bersaing berebut hadiah di tingkat desa, karena kalau ikut lomba disana lawannya cukup berat. Lombanya sendiri yang biasa aku ikuti semisal, lomba makan kerupuk, bawa kelereng, masukin benang ke jarum, balap karung dan tepok air. Untuk lomba yang terakhir aku sebutkan yaitu tepok air, sepanjang sejarah aku belum pernah berhasil. Aku tidak pernah bisa memastikan langkahku untuk sampai tepat di depan air plastik yang digantung tersebut.

Acara perlombaan biasanya ditutup dengan naik peucang, nah kalau untuk yang satu ini, bisa dibilang aku jagonya (untuk tingkat RT lho). Seingat aku, hampir 3 tahun berturut-turut aku berhasil nyampai ke puncaknya pertama kali dibandingkan dengan teman-temanku. Hadiah yang biasa aku ambil berupa Ayam atau entok apa lagi ya...aku lupa.

Yang ironis justru ibu ku sama sekali tidak pernah bangga dengan pencapaianku yang satu ini. Tidak jarang aku malah sering kena marah, karena mungkin ibu cukup khawatir dengan bahaya yang bisa timbul dari lomba tersebut. Hanya alm. ayah ku yang suka tersenyum simpul, aku sih melihatnya tanda kebanggaan...Ya bangga karena anak lelakinya perkasa he2 narsis. Oh iya terakhir setelah aku cukup umur, biasanya lomba bola voly yang biasa aku ikuti. Kalau lomba ini, group kami memang ga ada lawannya. Aku biasanya masuk tim voly desa bandung sari, bareng sama senior macam Mang Nanto, Tarwa, Kumeng, Ahid dll. Sayang aku ga sempat berduet dengan alm. bapak, karena saat aku bisa main voly, dia sudah tidak begitu aktif lagi. Padahal satu hal yang aku ingat betul kalau alm. punya smash-an yang cukup unik. Yang sangat susah sekali ditiru. Posisi smash dimana tangan diputar sampai 180 drajat dengan posisi menyamping, sehingga sangat sulit untuk dibendung...eit ceritanya jadi ngalor-ngidul nih....

Lepas dari hiruk pikuk lomba yang sudah dilaksanakan, ada moment yang tak kalah untuk dinantikan yaitu malam resepsi. Saat itulah akumulasi dari lomba yang sudah dilakukan terangkum di acara itu. Pengumuman perolehan hadiahpun dibacakan di depan panggung, sambil sesekali ada acara hiburan seperti karaoke, nari atau sekedar lawakan. Wah indah sekali kalau aku ingat kala itu. Biasanya aku suka membandingkan banyaknya hadiah yang aku peroleh dengan temanku. Walaupun hadiahnya hanya buku tipis, tapi cukup berharga bagiku kala itu. Karena aku sudah bisa menghargai hasil jerih payah untuk mendapatkannya.

Sekarang aku tidak bisa lagi menyaksikan moment itu, hanya perasaan rindu pulang kampung halaman yang aku rasakan. Akan aku simpan memori ini rapat-rapat dimanapun aku berada kelak. Saat ini aku hanya berharap semoga desaku tetap meriah dalam menyambut HUT kemerdekaan. Semoga kemerdekaan yang sudah dicapai ini, dapat diisi dengan hal-hal yang positif. Salam Kangen dari jauh....

No comments:

Post a Comment