SELAMAT DATANG DI DESA BANDUNGSARI

Bandungsari-Ku (Desa Kami - Nu Kami - Jeung Kami)

Bandungsari merupakan salah satu desa yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Banjarharjo dan masuk wilayah Kabupaten Brebes. Jumlah penduduk 5550 (laki-laki 2552 dan perempuan 2998). Luas wilayah 1658 Ha) Sebagian penduduk bermata pencaharian petani, dan sebagian menjadi pekerja bangunan di Jakarta. Bandungsari kini dipimpin oleh "kuwu" Abdul Kodir.

26 September 2009

Bada (Idul Fitri) di Bandungsari

Sudah dua kali ini aku habiskan lebaran dikampungku setelah aku putuskan untuk merantau dan berangkat ke Jakarta. Setiap tahun yang aku lewatin ketika berlebaran di kampung (bandungsari :red) selalu mengesankan. Selalu ada saja hal-hal yang membuat aku merasa kangen untuk kembali ke masa itu. Tidak hanya karena bertemu keluarga, tapi karena aku juga bisa bertemu dengan teman-teman lama, selain itu juga tidak ketinggalan dengan segala sesuatu yang berbau lebaran aku rasakan lagi, baik itu makanannya, sholat ied nya, dan silaturahminya.

Aku mulai lebaran kali ini dengan sholat ied di mesjid kebanggaan desa Bandungsari. Di mesjid yang megah itu (hasil swadaya murni masyarakat desa) aku melaksanakan sholat berjamaah, saat berangkat ke mesjid aku setengah berlari, maklum karena aku datang telat. Sesampainya disana aku berkumpul bersama jamaah yang lain. Sudah beberapa tahun ini (tepatnya aku ga ingat) sholat idul fitri ini dilakukan bersama-sama (laki-laki dan perempuan), karena sebelumnya aku ingat betul, tempat sholat wanita terpisah, kita sholat di mesjid dan yang wanita di salah satu mushola.

Setelah sholat ied, biasanya jamaah kembali lagi ke mesjid dengan membawa berkat (bahasa indonesiana naon deh??), ketika aku kecil dulu justru inilah momen yang aku tunggu-tunggu. Bersama teman-teman aku suka tidak sabar mendengar pidato dari kepala desa walaupun cukup berapi-api, tapi tetap saja tidak bisa mengobati rasa laparku kala itu. Makanya tidak heran kalau kita sering makan isi berkat sedikit-sedikit, sampai ketika pidato selesai...habis pula makanan yang ada dalam kantong berkat itu, kalaupun ada yang tersisa hanya nasi dan tulang sisanya. Untuk isi berkat sampai sekarang tidak banyak berubah, didalamnya berisi nasi, daging ayam, sayuran (bonteng, kadang peuteuy), telor rebus, dan mie instan. Ada sedikit berbeda karena semua makanan itu dibungkus dalam timba.

Cuma ada satu yang kurang aku pikir, bila dibandingkan dengan masa lalu. Dulu setelah sholat ied biasanya terjadi perang mercon, antara blok kulon dan blok wetan. Sebelum hari H, anak-anak/pemuda/orang tua biasanya menyiapkan / membuat mercon yang besar, yang biasa kita sebut mercon long, Besarnya sama dengan paha orang dewasa. Sekarang tradisi itu sudah tidak ada lagi (ada baiknya juga sih). Selain itu ada juga perubahan, dimana sudah beberapa lebaran ini aku merasakan suasana kondusif, dulu pas aku masih SMA, hampir setiap lebaran terjadi tawuran antar desa, biasalah budak ngalora euweuh pagawean, jadi membuat keramaiannya dengan membuat masalah dengan anak dari desa lain. Syukurlah hal itu sudah tidak aku temui lagi saat ini.

Cuma yang cukup mengganjal sampai sekarang, budaya sidekah setelah lebaran justru makin marak. Gak tau kenapa setiap tahun demi tahun semakin tinggi saja intensitasnya. Banyak orang dibuat sibuk dengan hajatan, dan hal ini semakin mengaburkan saja makna hari raya idul fitri yang seharusnya merdeka dan kembali fitrah, justru dibuat "terjajah" kembali dengan adanya kondangan. Tak Jarang focus untuk menghadapi Hajatan justru lebih besar dari pada silaturahmi ke saudara yang jauh. Entah sampai kapan budaya ini terus berjalan, yang pasti selagi ada istilah "hutang piutang" dalam kondangan, maka akan susah memutus mata rantai ini. Tak heran jika ibuku menghela nafas panjang saat lebaran tiba seraya berkata.....uuuuhhh cape ujur aing mah, bada-bada kudu kondangan....kalau sudah begitu, sebagai anak yang baik aku hanya bisa bilang....sabar bu....sabar......Nanti juga ada balasannya he3...



No comments:

Post a Comment