SELAMAT DATANG DI DESA BANDUNGSARI

Bandungsari-Ku (Desa Kami - Nu Kami - Jeung Kami)

Bandungsari merupakan salah satu desa yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Banjarharjo dan masuk wilayah Kabupaten Brebes. Jumlah penduduk 5550 (laki-laki 2552 dan perempuan 2998). Luas wilayah 1658 Ha) Sebagian penduduk bermata pencaharian petani, dan sebagian menjadi pekerja bangunan di Jakarta. Bandungsari kini dipimpin oleh "kuwu" Abdul Kodir.

12 February 2010

Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur

Sudah sedari dulu pemuda Bandungsari merantau keluar dari desa dengan harapan bisa memperbaiki kehidupan. Dengan keterampilan yang seadanya, tidak menyurutkan niat mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Dengan bermodalkan hanya tenaga dan mental nekad mereka beranikan diri untuk mengadu nasib di kota tujuan. Jakarta jelas menjadi tempat primadona pertama yang dijadikan pilihan untuk bekerja. Hal ini tidak lepas dari ekspektasi bahwa di Jakarta kita bisa mendapatkan segalanya. Apalagi kalau pada saat lebaran, para perantau datang dengan pakaian yang bagus dan membawa uang banyak, jelas ini akan menjadi magnet yang semakin menyedot mereka untuk datang.

Lain cerita bagi mereka yang punya sedikit modal, mendaftar untuk berangkat ke luar negeri untuk berlayar bisa jadi alternatif lain. Akan tetapi biaya untuk berangkat memang cukup mahal bagi sebagian orang, jadi tidak semua pemuda bisa mengakses untuk berangkat kesana. Saat bekerja di luar negeri biasanya mereka diikat kontrak 2 atau 3 tahun untuk bekerja di kapal laut. Sepulangnya dari luar negeri seperti biasa hal ini akan membuat pemuda lain ngiler, karena pulang dengan membawa uang yang cukup banyak.


Dari dua cerita di atas, banyak orang yang hanya terkecoh dengan hasilnya saja. Banyak yang ngiri dan ikut terbuai untuk mengikuti jejak temannya. Padahal ketika mereka merasakan sendiri, ternyata proses untuk mendapatkan itu tidak mudah. Dari cerita yang berhasil saya peroleh dari teman yang berangkat berlayar, ada cerita haru, getir dan sedih. Bagaimana tidak, banyangkan kita harus hidup berbulan-bulan di laut, jauh dari akses informasi dan hiburan. Selain jauh dari sanak saudara, mereka juga jauh dari negeri sendiri. Kalau mau dibilang enak tentu jauh panggang dari api, tidak salah kalau ada pameo yang mengatakan “lebih baik hujan batu dinegeri sendiri, daripada hujan emas di negeri orang lain”. Tentu ucapan itu tak salah jika kita sendiri yang merasakannya.


Dari tetangga saya yang pernah berlayar saya dapat cerita yang cukup mencekam, dimana dia terapung-apung di laut selama hampir satu minggu, karena kapal yang ditumpanginya kebakaran. Saya tidak pernah bisa membayangkan kalau yang berada diposisi itu adalah saya. Mungkin satu hari pun belum tentu sanggup bertahan. Tapi menurut cerita, akhirnya teman saya bisa bertahan sampai akhirnya ada kapal lain yang ikut menyelamatkan dia. Sekarang tidak usah jauh-jauh, coba lah kita tengok teman-teman kita dari kampung yang hijrah ke Jakarta untuk bekerja. Banyak dari mereka tidur dengan kondisi alakadarnya, bekerja juga menjadi buruh bangunan yang hanya mengandalkan tenaga (tanpa bermaksud mengecilkan mereka). Begitu seterusnya siklus mereka, samapai akhirnya usia yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja.


Melihat kondisi tersebut, tentu ada keprihatinan tersendiri bagi saya sebagai salah satu pemuda yang berasal dari desa juga. Bekerja di luar daerah tanpa dibekali keterampilan yang cukup, jelas akan sangat merepotkan bagi kelangsungan hidup kita sendiri. Untuk mengatasinya jelas harus ada pemotongan siklus, agar tidak terjadi terus menerus. Salah satu solusinya jelas dengan pendidikan, tingkat pendidikan yang tinggi akan membuat pikiran seseorang lebih luas lagi dalam memandang sesuatu hal. Tentu masalah yang akan muncul ke permukaan, tidak semua orang tua bisa menyekolahkan anaknya sampai jenjang ini. Kalaupun ada yang sanggup belum tentu berbanding lurus dengan kemampuan yang diperoleh, mengingat ilmu dan keterampilan yang didapatkan di sekolah tidak serta merta berbanding lurus dengan dunia kerja.


Satu-satunya jalan yang bisa dilakukan adalah dengan menumbuhkan jiwa entrepreneur (wirausaha) pada anak semenjak kecil. Dengan harapan setelah dewasa mereka mempunyai keberanian untuk membuka usaha. Karena tidak semua orang punya keberanian itu, perlu mental yang cukup besar juga untuk bisa membuka usaha sendiri. Karena resiko yang dihadapi jelas penolakan dan juga cemoohan dari orang sekitar. Tapi kalau hal ini bisa diatasi, jelas ini bisa menjadi point tersendiri.


Bagi yang belum punya keberanian 100 persen untuk berusaha, bisa dimulai sedikit-sedikit sewaktu muda. Potensi yang terbesar jelas dimiliki oleh pemuda yang baru pulang dari berlayar. Karena mereka biasanya membawa uang yang cukup untuk bisa membuka usaha. Bukan malah habis dengan menghambur-hamburkan dengan bersenang-senang. Berapapun banyaknya uang, kalau tidak dikelola dengan baik, jelas akan habis juga. Terus bagi yang tidak berlayar pun, tentu tidak usah berkecil hati, karena jalan menuju kesana sangat terbuka. Asal mau berusaha dan bekerja keras pasti ada jalannya…..Spesial buat temen2 saya yang berangkat berlayar dan berani membuka usaha dengan modal yang dihasilkan dari kerja kerasnya, paling tidak bisa terhindar dari sindirin cewek yang bilang bahwa “kalau menikah sama orang berlayar, kayanya cuma sebentar”, buktikan kalau itu salah besar..he3

1 comment:

  1. YA, memang Bandungsari memiliki keindahan alam dan keunikan tersendiri. Saya pernah tinggal di Desa ini waktu KKN selama bulan September lalu. Banyak sekali pengalaman dan hal baru yang unik menurut saya dan berbeda dengan daerah saya tentunya. Masyarakatnya sudah sejahtera dan desa ini Kaya akan lahan pertanian. Pokoknya suka dan betah deh. Yang mengejutkan ternyata masyarakatnya berbahasa Sunda yah, meskipun bnyak perbedaan kata. Ini menarik juga yang akan menjadi penelitian saya nanti untuk skripsi.
    @Nurhalimah-UNIKU

    ReplyDelete